Sabtu, 31 Mei 2008

SEKOLAH MINGGU GKI SUMUT TANJUNG REJO MEDAN

"Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."

Sekolah Minggu GKI SUMUT Jemaat di Tanjung Rejo
Jl. Intisari No.2 Tanjung Rejo Medan - 20122

Pengurus
Ketua : Purwantiningsih
Sekretaris : Rini Purwanti
Bendahara : Kartika Dewi Catur Putri

Guru - Guru Sekolah Minggu
1. Pdt. Ds. Thomas Soepardji (Pendeta Jemaat)
2. Pdt. K. Sidabutar, S.Th. (Pendeta Jemaat)
3. Zendrato Manullang
4. Lydia Fabiola Sapulette
5. Rini Purwanti / Ny. Ign. Dewanto
6. Purwantiningsih / Ny. Widayanto
7. Susmiati
8. Maria Tri Astuti
9. Endah Kurnia
10. Kartika Dewi Catur Putri
11. Evelyn br Aritonang
12. Yohanes Renaldy
13. David Manalu

Kegiatan Sekolah Minggu
Sekolah Minggu Pagi pukul 08.00 s/d 09.00 WIB
* Remaja B
* Remaja A
* Tanggung
* Anak Kecil

Sekolah Minggu Siang pukul 10.00 s/d 11.30 WIB
* Tanggung
* Anak Kecil

Komisi Sekolah Minggu GKI SUMUT Tanjung Rejo membuka LOWONGAN untuk Guru-Guru Sekolah Minggu. Bagi jemaat yang terpanggil untuk melayani di Sekolah Minggu dapat menghubungi pengurus sekolah minggu
Layanilah Tuhan Yesus dengan segenap hatimu dan dengan segenap akal budimu serta perbuatanmu, Tuhan Yesus memberkati.


GEREJAKU

Gereja adalah tempat persekutuan umat percaya yang didirikan karena kerinduan jemaatnya untuk membentuk suatu komunitas umat Kristen pada suatu tempat atau daerah di sekitar lingkungannya. Dimulai dengan pembentukan Pos PI atau Bakal Jemaat yang lambat laun menjadi Gereja Dewasa. Perkembangan Gereja pada umumnya cukup pesat karena sudah banyak Bakal Jemaat yang sudah menjadi Gereja Dewasa.

Gereja yang dulunya hanya tempat beribadah (setiap hari Minggu, atau Perayaan Gerejawi tertentu) perlu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan jemaatnya.

Ulangan 6:5-9 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
Dalam masyarakat Yahudi, dimana ada 10 keluarga Yahudi, maka harus didirikan sebuah sinagoge, rumah untuk mengajar dan berbakti. Jika ada 25 orang anak, maka di situ harus ada 1 sekolah. Sebagai seorang anak laki-laki Yahudi, Yesus juga bersekolah di sinagoge di Nazaret. Bersama dengan anak-anak lain Dia belajar Kitab Suci. Pada usia 12 tahun Yesus sudah mampu bersoal-jawab dengan para Ahli Taurat di Bait Allah.
(Sumber: Penuntun Sekolah Minggu, J. Reginald Hill, , halaman 10 - 17, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Pembaruan Mengajar, Dr. Mary Go Setiawani, , halaman 7 - 9, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, Pedoman Pelayanan Anak 2, Ruth Lautfer & Anni Dyck, , halaman 115 - 117, Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, Malang, 1993)

Kalau kita lihat konteks ini berarti Gereja sarat dengan pengajaran dan interaksi sosial, hasil dari pengajaran tersebut ada prakteknya dalam kehidupan berjemaat dan lingkungan sosial. Gereja adalah tempat mendidik anak-anak, karena Yesus juga belajar di Sinagoge (Yunani: sinagoga = Tempat orang Yahudi berkumpul untuk beribadah pada hari Sabat. Juga dipakai sebagai balai pertemuan dan sekolah).

Bagaimanakah dengan dengan keadaan Gereja kita pada saat ini?

Oleh karena perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pada saat ini Sinagoge sudah jauh tertinggal karena tidak dapat memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh jemaatnya. Lalu apakah konsep pengajaran untuk anak-anak di Sinagoge itu sendiri hilang perlahan-lahan, dimanakah penekanan pengajaran tentang Firman Tuhan untuk anak-anak itu (Ulangan 6:5-9) pada saat ini? Bukankah kita seharusnya mempunyai pemikiran yang lebih maju dari orang-orang Yahudi pada zaman dahulu yang telah memikirkan pengajaran dan pendidikan di lingkungan Gereja, dan menciptakan generasi yang pintar yang Takut akan Tuhan.

Sudah saatnya kita berpikir, berencana, berbuat untuk kemajuan Gereja kita dengan memberikan perhatian kepada anak-anak sebagai generasi penerus kita yang nantinya dapat membangun Gereja bukan dengan kemegahan gedungnya, tetapi dengan kemegahan keimanannya, generasi yang pintar dan takut akan Tuhan.

Untuk apa banyak gedung Gereja jika jemaatnya tidak mempunyai kepedulian akan Pelayanan Gerejanya, terlebih kepada anak-anaknya.
Gereja yang hidup adalah Gereja yang dapat memberdayakan jemaatnya semaksimal mungkin.
Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
"Pergilah ... jadikanlah semua bangsa MURIDKU ... dan AJARlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu."